Kebijakan Soekarno di Masa Perang Dingin

Kebijakan Soekarno di Masa Perang Dingin – Keabadian Soekarno sebagai nama mantan presiden Indonesia tampaknya bukan hanya akan dikenang oleh bangsa Indonesia saja.

Soekarno pernah berpengaruh kuat di dalam percaturan politik internasional, terlebih semasa Perang Dingin.

Soekarno dikenal sebagai pemimpin yang garang, tegas, karismatik, dan paling ditakuti dari Asia pada masanya.

Sosok Soekarno tampaknya sudah menjadi sangat terkenal sehingga namanya kini sudah diabadikan oleh setidaknya 5 negara asing di dunia baik berupa masjid, jalan, patung, perangko, dan sebagainya.

Kebijakan Soekarno

Ketenaran nama Soekarno tersebut tidak terlepas dari pengaruhnya di masa-masa silam.

Pada masa perang dingin dimana dua kekuatan blok terbesar di dunia kala itu yaitu Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet saling bersaing untuk memperkuat pengaruh ideologi masing-masing di dunia internasional dengan merekrut negara lain sebagai anggota.

Soekarno menegaskan sikapnya untuk tidak memihak pada satupun Blok, dan memimpin Indonesia untuk bisa terlepas dari dua pengaruh negara pemimpin Blok tersebut.

Soekarno menolak tegas pengaruh kedua negara yang hendak menjadikan Indonesia di bawah kepemimpinannya menjadi ‘anjing peliharaan’ bagi kedua negara terkuat dunia kala itu.

Kebijakannya tersebut didampingi oleh sikap beraninya dalam menghimpun pemimpin-pemimpin dunia ketiga untuk menyatakan sikap yang menolak gerakan blok.

Inisiatif Soekarno dalam menolak gerakan blok yang ada ditandai dengan terselenggaranya Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika (KAA) yang di dalamnya terdapat negara-negara Asia dan juga Afrika yang baru saja merdeka pasca berakhirnya Perang Dunia II.

Indonesia sebagai negara inisiator berhasil menggandeng Mesir yang juga berpengaruh dalam pengakuan kedaulatan Indonesia sebagai negara merdeka untuk menghimpun terbentuknya Gerakan Non-Blok (GNB) sebagai bentuk perlawanan dan juga kemandirian di masa perang dingin.

KAA sendiri berhasil terlaksana di tahun 1955, dimana Indonesia sebagai inisiator bertindak juga sebagai tuan rumah kala itu.

Walaupun Soekarno menolak tegas Gerakan Blok, namun secara umum ia lebih condong ke gerakan kiri yang terlihat berteman baik dengan negara-negara Komunis namun garang terhadap negara Barat.

Hal ini juga dipertegas dengan ketakutan Amerika Serikat terhadap kepemimpinan Soekarno yang ditakutkan akan memperkuat pengaruh Uni Soviet dan melemahkan posisinya.

Di sisi lain, Soekarno mulai menunjukkan sikap oportunisnya dengan memanfaatkan ‘hadiah’ berupa peralatan militer dari Amerika Serikat dan juga Uni Soviet kala itu.

Dengan cepat Soekarno dan kebijakannya menjadi sangat disegani di dunia Barat, karena jika dipandang dalam geopolitik kala itu, Indonesia di bawah Soekarno merupakan kekuatan Asia yang paling ditakuti bersama dengan Cina dan Vietnam.

Disegani di dunia Barat karena ia secara tegas menunjukkan ketidaksukaannya dengan pengaruh dunia Barat dalam sistem internasional kala itu. Apalagi kekuatan militer Indonesia sangat kuat saat itu.

Bukti lain ketidaksukaan Soekarno terhadap imperialisme Barat terjadi dalam penjajahan Belanda di Irian Barat, dimana diplomasi Soekarno sukses mengusir pendudukan Belanda tersebut dengan menggandeng nama besar Uni Soviet untuk menakuti Amerika Serikat di bawah kepemimpinan John F. Kennedy yang kemudian menyerukan kepada Belanda sebagai sekutu Amerika Serikat untuk menarik pasukan dari Irian Barat.

Irian Barat pun terbebas dari pendudukan Belanda tanpa peperangan. Pasukan Belanda di Irian Barat dipaksa hengkang oleh Amerika Serikat karena AS tidak tega sekutunya tersebut diporak-porandakan oleh pasukan Uni Soviet yang ingin membantu Indonesia dalam mengusir Belanda.

Belanda pun berhasil kabur dan Uni Soviet tidak menembak sebutir peluru pun dalam hal tersebut.

Hal tersebut merupakan salah satu bukti diplomasi dan kebijakan Soekarno yang sangat kuat dalam mempermainkan dan meraih kepentingan nasionalnya hingga negara besar kala pun takut padanya.

Adanya kecaman Indonesia terhadap pengaruh neokolonialisme Inggris di Malaysia yang ditandai dengan Dwikora tahun 1964 juga menjadi tanda bahwa Indonesia anti terhadap imperialisme Barat.

Puncaknya, ketidaksukaan Soekarno terhadap imperialisme Barat ditandai dengan keluarnya Indonesia sebagai anggota PBB pada tanggal 7 Januari 1965 sebagai bentuk ketidaksukaan Indonesia terhadap pengangkatan Malaysia yang dinilai pro Barat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB (DK PBB).

Kebijakan yang diambil Soekarno disebut dengan “Politik Bebas-Aktif”, dimana Indonesia kala itu boleh saja berhubungan dengan negara manapun dan juga aktif mewujudkan serta aktif dalam pendistribusian hubungan tersebut berdasar pada kepentingan nasionalnya.

Atas dasar kebijakan Bebas-Aktif Indonesia di masa perang dingin, posisi Indonesia pun kini tidak begitu menunjukkan adanya kekangan terhadap bipolar di masa lampau bahkan yang hingga kini masih terus berjalan meski terselubung.

Referensi:

http://theglobalgenerations.blogspot.com/2008/05/indonesia-foreign-policy-under-soekarno.html

Walter Pinem
Walter Pinemhttps://walterpinem.me/
Traveler, Teknisi SEO, dan Programmer WordPress. Aktif di Seni Berpikir, A Rookie Traveler, GEN20, Payung Merah, dan De Quixote.

Bacaan SelanjutnyaPENTING
Topik Menarik Lain

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Ikuti Kami!

1,390FansSuka
697PengikutMengikuti
210PelangganBerlangganan

Terpopuler