Sejarah Terjadinya Perang Dunia I – Sudah ada ribuan bahkan jutaan konflik yang pernah terjadi di muka bumi ini.
Konflik tersebut kemudian terkonversi menjadi perang yang membunuh jutaan nyawa di dalam sejarah.
Di abad modern, Perang Dunia I menjadi salah satu perang yang mampu mengubah sejarah terutama di dalam geopolitik hubungan internasional.
Awal konflik hingga terjadinya Perang Dunia I di Eropa membawa pengaruh luas terhadap hubungan internasional negara-negara yang terlibat.
Bagaimana awal mula terjadinya Perang Dunia I dan apa efek yang ditimbulkannya?
Latar Belakang Perang Dunia I & Sejarah Terjadinya
Perang Dunia I (PD I) memiliki beragam faktor yang menjadi akarnya, mulai dari faktor ultranasionalisme (Italia & Jerman), ekonomi-politik, terbentuknya aliansi dan oposisi, hingga terbunuhnya pangeran Austria Franz Ferdinand.
Baca Juga: Wujud Modernisasi Militer Cina
Sebelum meletus, negara-negara Eropa memasuki era panas dimana masing-masing negara tersebut memiliki permasalahan dengan negara lainnya, dan negara yang bermasalah membentuk aliansi dan di pihak yang lain membentuk oposisi bagi aliansi tersebut.
Faktor industri dan wilayah kekuasaan juga menjadi faktor pendukung lainnya, sehingga putra mahkota suatu negara pun menjadi puncak era panas tersebut.
Faktor-Faktor yang Membuat Terjadinya Perang Dunia I
Persaingan ekonomi dan politik, terutama oleh Inggris dan Jerman ditandai dengan ketidakinginan Jerman tertinggal oleh Inggris yang pada saat itu sangat maju di bidang industri.
Bidang industri kala itu sangat mempengaruhi kemajuan ekonomi negara-negara Eropa, terutama negara yang industrinya maju.
Perlahan, persaingan ekonomi antara Inggris dan Jerman meluas menjadi persaingan politik. Selain itu persaingan ekonomi industri yang membutuhkan bahan-bahan mentah untuk pengolahan industri membuat negara-negara imperialis menguasai wilayah lain untuk mendapatkannya.
Baca Juga: Sejarah Terjadinya Perang Dunia II
Prancis kala itu dianggap sebagai negara kuat di Eropa, sedangkan Jerman masih di bawah negara-negara kuat lainnya.
Sadar bahwa Jerman tidak memiliki negara jajahan, Jerman perlahan memprovokasi Prancis dengan mengklaim wilayah Prancis, Sungai Rhein, sebagai miliknya.
Sekitar tahun 1870, Prancis dan Jerman terlibat perang yang pada akhirnya dimenangkan oleh Jerman. Dalam perjanjian damai, Jerman menghendaki Prancis agar menyerahkan Elzas–Lotharigen dan harus mengganti rugi biaya perang.
Setelah perang usai dan perdamaian disepakati, Jerman masih menekan Prancis dengan memblokade transportasi negara-negara yang ingin memproduksi barang di Perancis.
Baca Juga: Free Ebook: Marxism, Fascism, and Totalitarianism
Jerman membeli barang-barang mereka dengan harga yang lebih tinggi dibanding Prancis. Hal tersebut membuat Prancis semakin berang, sehingga melupakan sejenak masalahnya dengan Inggris dan mengajak kerjasama untuk melawan Jerman.
Dalam perkembangan nasionalisme dan ditambah dengan persaingan ekonomi yang menjurus ke arah persaingan politik, negara-negara di Eropa mulai membangun kekuatan militer masing-masing guna mempersiapkan kekuatan bila ada tekanan dari negara lain atau guna menekan negara lain agar dapat memenangkan persaingan yang ada.
Frekuensi persaingan perlahan namun pasti semakin meningkat dan terbentuklah aliansi di antara negara-negara yang hubungannya memanas.
Aliansi yang dibangun bertujuan untuk mengamankan kedudukan serta mengimbangi ancaman aliansi militer para pesaingnya.
Baca Juga: Dilema Keamanan atau Security Dilemma Dalam Hubungan Internasional
Sekitar tahun 1882, Italia, Jerman, dan Austria-Hongaria membentuk aliansi militer yang disebut dengan Triple Alliance.
Sebagai reaksi terhadap pembentukan aliansi tersebut maka terbentuklah Triple Entente yang beranggotakan Prancis, Rusia, dan Inggris sebagai aliansi tandingan. Terbentuknya dua aliansi yang berlawanan tersebut membuat Eropa terbagi ke dalam dua blok.
Baca Juga: Teori Realisme dalam Hubungan Internasional
LBB kala itu tidak memiliki peran supranasional yang seharusnya mereka miliki untuk dapat memerintah atas negara-negara anggotanya.
Tidak adanya peran supranasional tersebut dapat dilihat dari serangan Italia terhadap Etiopia di tahun 1935.
Hal tersebut menunjukkan kesewenangan negara besar di dalam tubuh LBB untuk berbuat sesuka hati, dan LBB tidak memiliki peran yang kuat untuk menghentikan, menghukum, atau pun memerintah bagaimana seharusnya negara anggota itu bertindak. LBB menjadi tidak lagi dipercayai sebagai badan yang mampu menciptakan perdamaian.
Negara-negara aliansi hasil dari Perang Dunia I memiliki kecurigaan khusus terhadap oposisinya.
Jerman dan Italia yang berpaham ultranasionalisme (Nasional-Sosialis Jerman dan Fasisme Italia) mencurigai komunis Uni Soviet.
Baca Juga: Free Ebook: The Prince oleh Niccolo Machiavelli
Kecurigaan tersebut membuat patahnya keyakinan perdamaian yang dibimbing oleh LBB, sehingga timbullah persaingan untuk mempertahankan diri dan memperkuatnya di bidang militer.
Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat kemudian terlibat dengan kecurigaan paham tersebut karena mereka mengusung paham demokrasi.
Persaingan bidang militer tersebut menghasilkan berbagai persenjataan baru dari berbagai negara.
Senjata-senjata modern dari transportasi laut, udara, darat hingga senjata pemusnah massal sudah dimiliki oleh masing-masing negara.
Perang di era ini kemudian menjadi bentuk evolusi perang besar-besaran dengan korban yang juga sangat massive.
Baca Juga: Sejarah Singkat Revolusi Perancis
Pada tanggal 28 Juni 1914, pewaris tahta kerajaan Austria Franz Ferdinand dibunuh oleh anggota teroris Serbia yang bernama Gavrillo Princip.
Saat itu Franz Ferdinand sedang menyaksikan latihan perang pasukan Austria di Saravejo, Bosnia.
Gavrillo Princip menganggap bahwa latihan tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap Serbia karena diadakan di Bosnia yang notabene merupakan negara sengketa antara Austria dan Serbia.
Setelah peristiwa tersebut, Austria memberi ultimatum kepada Serbia agar menyerahkan Gavrilo Princip dalam waktu satu bulan untuk diadili.
Baca Juga: Teori Kepentingan Nasional Konflik Laut Cina Selatan
Ultimatum tersebut juga berisi ancaman yang menyatakan akan menyerang Serbia jika ultimatum tersebut diabaikan.
Serbia tentu saja melindungi warga negaranya sebagai bentuk harga diri, dan Serbia siap berperang dengan Austria karena Rusia telah berjanji akan membantu Serbia jika perang terjadi.
Serbia mengacuhkan ultimatum tersebut melewati tenggat waktu sebulan yang diberikan Austria, maka pada tanggal 28 Juli 1914 Austria menyerang Serbia.
Keterlibatan Negara Lain di Penjuru Eropa
Dalam sejarah terjadinya Perang Dunia 1, negara-negara lain di penjuru Eropa mulai membentuk aliansi dan menyatakan perang satu dengan yang lain.
Perang antara Austria-Serbia kemudian melibatkan sekutu-sekutunya yang tergabung ke dalam aliansi masing-masing.
Serbia mendapatkan dukungan dari Prancis dan Rusia. Jerman menyatakan keberpihakannya kepada Austria dengan menyatakan perang dengan Prancis.
Baca Juga: Teori Neo-fungsionalisme dalam Organisasi Internasional
Pada tanggal 4 Agustus 1914 ketika Jerman menerobos Belgia untuk menyerang Prancis, Inggris memberikan bantuan kepada Belgia dan Prancis dan menyatakan perang dengan Jerman.
Dalam seminggu, lima negara besar terlibat ke dalam perang Austria-Serbia. Sesaat kemudian terjadilah perang besar-besaran.
Perang Austria-Serbia bisa dianggap sebagai alibi bagi dua aliansi yang berseteru untuk membalaskan dendam masing-masing dan juga sebagai ajang penunjukan kekuatan masing-masing.
Baca Juga: Konstelasi Politik Iran Menurut Teori Neo-Realisme
Peperangan terjadi di dua front, yaitu barat dan timur. Jerman menghadapi Prancis di front barat dan Rusia di front timur.
Jerman merencanakan untuk menghancurkan Perancis di front barat sebelum menghadapi Rusia di timur.
Pada bulan September 1914, Jerman sudah mencapai sungai Marne dan mengancam Paris. Namun, rencana ini gagal karena mendapatkan perlawanan sengit dari Prancis. Selain itu Jerman harus menghadapi Rusia yang sudah menuju Prusia.
Prancis dapat menahan Jerman di sungai Marne, Inggris tetap dapat menguasai selat Inggris, serta Rusia tetap dapat bertahan di Prusia.
Baca Juga: ASEAN dan Perdamaian Kawasan
Akhirnya, peperangan yang semula bersifat langsung kilat, kini menjadi peperangan pasif. Pasukan militer kedua belah pihak mengambil posisi masing-masing dalam parit-parit perlindungan yang memanjang sejauh 78 km dari laut Utara sampai perbatasan Swiss.
Saat perang mulai melambat, kedua belah pihak berusaha memperkuat diri masing-masing di luar Eropa dengan memperluas daerah jajahannya.
Inggris dan Prancis menyerang daerah jajahan Jerman di Togoland, Kamerun, dan Afrika Timur. Di Asia Pasifik, Jepang mengambil alih daerah jajahan Jerman di Kepulauan Marshall, Mariana, dan Karolina.
Untuk mematahkan blokade Inggris, pada 31 Januari 1917 Jerman melancarkan perang kapal selam tak terbatas secara besar-besaran.
Baca Juga: Perang Irak-Iran di Timur Tengah dalam Hubungan Internasional
Akibatnya 5 kapal dagang dan penumpang Amerika Serikat ditenggelamkan Jerman pada Maret 1917, termasuk Kapal Lusitania yang sudah lebih dulu ditenggelamkan oleh Jerman pada 7 Mei 1915.
Amerika yang semula bersikap netral, akhirnya menyatakan perang terhadap Jerman pada 10 April 1917.
Sementara itu di Rusia terjadi pergolakan dari kaum buruh yang menginginkan perdamaian.
Terjadi revolusi buruh yang menggulingkan kekuasaan Kaisar Nicolas II dibawah pimpinan Lenin dari kaum Bolshevik.
Hal tersebut merupakan salah satu langkah dari pemerintahan kaum Bolshevik untuk menarik diri dari Perang Dunia I dengan melakukan Perjanjian Brest Litovsk (1918). Hal tersebut sangat menguntungkan Triple Entente/Blok Sentral.
Baca Juga: Perang Menurut Prinsip Machiavelli
Sejak pasukan Amerika Serikat memasuki benua Eropa, Triple Entente/Blok Serikat mampu memukul mundur pasukan Triple Alliance/Blok Sentral.
Akibatnya, pada September 1918, Bulgaria mengajukan damai dan satu persatu negara yang bergabung dalam Blok Sentral mengalami kekalahan.
Pasukan Blok Serikat mulai menduduki Macedonia dan Serbia, Inggris berhasil menduduki Yerusalem.
Bersama-sama pasukan Arab, Inggris di bawah Jendral Allenby berhasil mendesak Turki dan berhasil merebut benteng-benteng pertahanan dari Baghdad sampai Aleppo.
Turki tidak lagi menahan serangan-serangan Blok Serikat. Akhirnya Turki harus menandatangani Perjanjian Sevres pada 1920.
Sementara itu, bangsa-bangsa Polandia, Cekoslovakia, Kroasia dan Slavia membebaskan diri dan membentuk negara merdeka setelah kekaisaran Austria-Hongaria runtuh.
Baca Juga: 50 Fakta Menarik Perang Dunia II
Pasukan Jerman bertahan mati-matian sambil mundur menahan gempuran-gempuran Sekutu. Semangat pasukan Jerman mulai rontok dan rakyat Jerman mengalami kelaparan.
Sementara itu, di dalam negeri Jerman sendiri terjadi pemberontakan rakyat. Gerakan orang-orang komunis di Munchen dapat menggulingkan kekaisaran Wilhelm II sehingga terbentuklah negara republik.
Akhirnya Jerman pada 11 November 1918 menandatangani perjanjian gencatan senjata menurut syarat-syarat yang ditentukan pihak Blok Serikat. Perang Dunia I berakhir setelah Jerman menandatangani Perjanjian Versailles pada 28 Juni 1919.
Perang Dunia I sedikit banyak membawa pengaruh pada dunia internasional, sistem internasional, dan hubungan internasional negara-negara yang mengalaminya.
Baca Juga: Perjanjian Westphalia dalam Hubungan Internasional
Dalam hal ini, Amerika Serikat, Inggris, Prancis tetap menjadi aliansi dan ikut terlibat dalam pembangunan sistem internasional.
Di perang selanjutnya, Italia dan Jerman sebagai negara ultranasionalis tetap menjadi teman dalam hubungan internasional masing-masing negara yang menjadi domain kedua negara.
Terimakasih, artikelnya bagus kang, semoga bermanfaat 🙂 🙂 🙂 thank postingnya.
Mohon maaf kenapa ada " LBB" ya di artikel ini yang berada pada penjelasan awal terjadinya perang dunia I, padahal LBB baru terbentuk pasca PD I
makasih gan buat infonya dan semoga bermanfaat dan bertambah sukses.terimakasih
Cerita ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia